Jumat, 18 Juni 2010

If you're going to make a part three, you've got to aim at least this TOY STORY 3 high



2010//Lee Unkrich//Michael Arndt//Tom Hanks-Tim Allen-Michael Keaton-Joan Cusack-Don Rickles

Hampir di semua bagian dalam sebuah film, Toy Story 3 merupakan sebuah petisi untuk pekerja film sekuel supaya terhindar dari semerbak wangi keputusasaan bercerita yang tidak terjadi dalam seri ketiga instalasi film proklamasi Pixar Animation Studios ke dunia mainstream semenjak tahun 1995 silam. Semenjak euforia promosi film ini dari satu tahun yang lalu, yang merupakan menu tahunan Pixar, saya sempat berpikir “Toy Story 3!? Akhirnya orang-orang Pixar mulai putus asa menghadirkan sequel daripada sebuah unknown reality seperti A Bug’s Life,Monster.Inc,Finding Nemo, The Incredibles,Cars,Ratatouille.Wall-e dan Up”. Terlebih dengan sudah adanya Toy Story 2 dan begitu sedikitnya film yang bisa menunjukan “legacy” nya sampai film ke 3, pemikiran yang sangat menganggu ketika masuk ke tahun 2010 dengan menu film Pixar ialah “ Do we really need a Toy story 3?” (percayalah…pemikiran ini bisa sangat menganggu bagi sebagian orang sebelum menonton Toy Story 3)

Mengutip sajak sebuah Shakespeare hampir 500 tahun yang lalu,

“ love can be romantic, passionate, and lustful, the way it is when you’ve fallen for someone new. Love can be protective and patient, as it is between a parent and a child. Love can be loyal and true, dependable and kind, the way it is between close friends”

Dan kurang lebih hampir 500 tahun kemudian pula manusia-manusia di belakang Pixar akhirnya menemukan sesuatu yang terlewatkan dari perasaan cinta kasih manusia oleh Shakespeare

“Love matters because it isn’t really what something we love but what it represents, the way it is in Toy Story 3”

Betul, seperti dalam Toy story 3 yang memberikan perspektif baru tentang cinta terhadap sebuah benda dan bagaimana sebuah benda tersebut mencintai kita kembali ”it’s the new kind of love right?”.Sebuah makna cerita dalam finishing yang sangat brilliant sekaligus perpisahan menyenangkan “legacy” Toy Story.

Mungkin ada baiknya kita menapak tilas sedikit cerita Toy story dari Toy story 1 dan 2 terlebih dahulu.Di tahun 1995, Toy Story pertama hadir dengan cerita Andy mendapatkan mainan barunya Buzz Lightyear dimana hal ini mengancam hierarki Woody diantara mainan-mainan lain sebagai mainan favorit Andy. Sebuah cerita “a blessing in disguise underneath the fantastic premise of talking toys” dalam hal ketika anda menentukan prioritas dan apa rasanya sesuatu yang anda pilih sebagai prioritas tersebut, bagaimana hal ini menyentuh pemikiran anda ke titik yang lebih matang dan bijak bila sesuatu tersebut memiliki perasaan, keluarga misalnya.Toy Story 2, 4 tahun setelah Toy Story 1,di tahun 1999 menekankan kepada tokoh Jessie tanpa mengesampingkan dan mengembangkan character building tokoh-tokoh di film pertama tentang sebuah perasaan ditinggalkan dan menemukan kembali keluarga yang ditinggalkan tersebut.

Opening sequence dari Toy Story 3 sontak langsung memberikan perasaan optimis sekaligus mengharukan dalam imaginasi Andy , rasa cinta Andy terhadap mainan-mainanya.Saya kemudian berpikir kemana mainan-mainan saya yang sering dulu saya susun, saya tata, hanya sekedar membuat formasi sambil nunging-nunging,merunduk,berguling jika yang sekarang saya bisa ingat namun ketika menyaksikan opening sequence tesebut saya seakan terkena petir di hati bahwa “yes, I do have that spirit when I played with my toys not so far behind years ago”

Saya tidak akan menceritakan perjalanan cerita dari Toy Story 3, karena hal tersebut hanya merusak ke-sakralan untuk anda yang belum berkesempatan menikmati filmnya. Saya di sini hanya akan terus memuji-dan memuji betapa film ini berhasil keluar dari jebakan-jebakan bercerita stereotype film-film modern blockbuster, dimana film hanya bergulir babak/plot demi babak/plot seperti punya babak/plot itu sendiri tetapi maknanya hanya ada di akhir film.Toy Story 3 mengiringi babak demi babaknya dengan makna cinta terhadap aspek kehidupan yang utama yakni sebuah keluarga beserta perjalanan memori kehidupan ,pergulatan hati,perubahan,berkah,cita-cita,petualangan,dan “happy times” dalam berbagai caranya menimpa kita sehingga peristiwa-peristiwa tersebut menjadi berkesan,bermakna dan tidak terlupakan.

Sepanjang film, dalam sebuah film dengan karakter yang sangat kaya dan beragam semua terasa merupakan sesuatu yang pernah menjadi milik kita, mainan kita yang bisa membuat tawa mengelitik. Sepanjang film, semua berusaha memberikan performance terbaik dengan mengenalkan kepribadian masing-masing seperti sebuah firasat “like a loving goodbye to something special and magical, than just another new adventure”. Seperti mereka sedang mendefinisikan perasaan baru yang tidak bisa diutarakan ketika kita akan berpisah. Seperti kita harus menjadi anak kecil lagi yang mungkin harus menangis entah itu akibat hilang,dirampas atau menginginkan atas sesuatu yang sifatnya terbuat dari plastik, sebuah mainan.

“as a rule of thumb” Toy Story 3 merupakan sebuah sekuel yang menampar konsep sequel yang biasanya lebih penuh aksi,lebih penuh pemain,lebih epik,lebih,lebih dan lebih. Untuk trilogy Toy Story, sekuel berarti lebih menghadirkan sensasi perasaan dan makna cerita ke arah humanis. Ke arah yang lebih menyentuh titik lebih dalam perasaan penonton yang telah menontonya. 3 Filmnya bertahan di 100% rottentomatoes dengan consensus yang sudah stabil. Inikah puncak film terbaik sepanjang masa di dunia? mengingat godfather pun hanya berhasil dalam 2 seri pertamanya. Tapi yang pasti, "I want to raise my son or daughter like Andy or Bonnie.Everyone does…"