Sabtu, 29 Mei 2010

Tentang Film: Film Perang Abad 21 (1990-2010)

Sudah hampir 3 bulan berlalu malam prestisius penghargaan Oscar yang memenangkan The Hurt Locker sebagai film terbaik di tahun 2009.Terinspirasi dari kemenangan tersebut, saya memutuskan untuk menapak tilas film-film perang abad 21 sepanjang tahun 1990 sampai 2010. Ada yang masih ingat dengan Pearl Harbour, Saving Private Ryan atau The Thin Red Line? 3 judul film ini mungkin 3 dari banyak film perang sepanjang 2 dekade terakhir yang paling “mainstream” atau “familiar” bagi kalangan pencinta film(yang konon hari ini sudah menjadi sesuatu yang mainstream, siapa coba orang yang ga nonton film?, film sekarang sudah menjadi sarana hiburan yang mengedukasi sekaligus MURAH, jadi sekali lagi pertanyaanya siapa coba yang ga nonton film?).
Pertama-tama, mari kita renungkan sejenak pemikiran tentang pendefinisian genre film perang itu sendiri. Sepanjang 2 dekade terakhir, sering terjadi generalisasi ketika film tersebut bersetting militer secara waktu(Perang Dunia ke 2) dan tempat(pasca peristiwa 11 september ,Iraq menjadi ikon baru dalam genre film perang).Dari pengalaman saya, yang bisa saya simpulkan untuk pendefinisian genre film perang ini terbagi menjadi setting waktu, setting tempat dan cerita. Terlihat dari 3 cakupan besar ini, untuk era 2 dekade terakhir sepertinya senjata api,bom, baju loreng, dan tank baja sudah tidak layak menjadi pengkategorian film sebagai film perang.
3 cakupan besar ini merupakan rute yang akan kita lalui dalam perjalanan menapak tilas film-film perang selama 2 dekade terakhir. Mari kita mulai dengan unsur yang paling konservatif, yakni setting waktu. Setting waktu di dalam pemikiran saya ketika mengenrekan film perang ialah ketika ia memanfaat moment historis dalam sejarah dunia. Moment-moment ini tidak lekang dimakan hayat seiring eksplorasi dan eksploitasi untuk pemanfaatan setting waktu dalam sebuah film yang berujung kepada label genre war untuk film tersebut.Perang dunia ke 2(1939-1945),perang dingin(1947-1991), dan peristiwa 9/11. Pada tahun 2001, Michael Bay mencoba membuat sejarah dalam bentuk audio visual dengan tambahan hiburan spesial efek yang pada saat itu merupakan sebuah pencapaian dalam sejarah film, hampir 50 menit durasi filmnya mencoba menggambarkan kondisi Pearl Harbour yang dibombardir oleh Jepang.Saya masih ingat pada tahun 2001, kalau tidak salah saya sudah mulai mempunyai kadar kecintaan pada film yang berlebih dengan mengikuti perkembangan euforia film ini dari sebelum release samapai pada akhirnya memenangkan penghargaan Razzie untuk film terburuk.Apa yang salah dengan Pearl Harbour? Konon film yang lagi-lagi pada saat itu tergolong film dengan budget yang sangat besar, datang dari sutradara yang sempat dinobatkan sutradara “blockbuster” pendulang uang film musim panas no 1 Michael Bay, dan soundtrack yang kuat dinyanyikan oleh Faith Hill dengan judul There You’ll Be (apakah anda melihat formula yang mirip seperti TITANIC) sebenarnya salah satu film yang dinantikan dan diprediksikan berjaya pada Oscar tahun tersebut. Sayangnya, Pearl Harbour sangat mengecewakan dalam urusan box-office apalagi secara kualitas untuk bisa bersaing dalam acara Oscar. Saya tidak bisa terlalu menganalisis, namun yang pasti ketika film ini sudah release dalam bentuk video,film ini mungkin salah satu film yang masuk istilah film sejuta umat, khususnya di Indonesia.Masih mengambil setting waktu yang sama yaitu perang dunia ke 2 kita harus mengingat Steven Spielberg’s Saving Private Ryan, tentang sebuah usaha penyelamatan Ryan, sang anggota keluarga terakhir yang tersisa karena mengabdi untuk perang dunia ke 2 sementara meninggalkan sang ibu untuk hidup sendiri. Sukses Saving Private Ryan sangat ikonik untuk film perang dalam masa 2 dekade terakhir, 5 penghargaan Oscar(Best Director,Cinematography,Editing,Sound Effect,Sound) namun tidak memenangkan Best Picture(yang diraih Shakespeare In Love pada tahun 1998) justru membuat semakin banyak orang akan lebih jatuh cinta dengan film ini.Sukses ini kemudian membuat Steven Spielberg dan Tom Hanks berkolaborasi kembali membuat Band Of Brothers, sebuah filmminiseri terbaik sampai saat ini dimata saya, kisah tentang Easy Company 506th Regiment of the 101st Airborne Division dari awal mereka menjalani masa training untuk menjadi prajurit sampai akhir petikaian perang dunia ke 2 dalam 11 episode miniseri.Band Of Brothers meraih penghargaan dalam ajang golden globe dan juga Emmy (Oscar unutk acara televisi), kembali membawa sejarah perkembangan miniseri kedalam pencapaian kualitas dan budget.Selain itu masih dengan setting waktu yang sama hanya berbeda tempat, muncul film Enemy At The Gates yang menceritakan pertarungan seru antara 2 prajurit sniper rusia dan jerman dalam tingkat ketegangan yang tinggi namun dengan keseruan yang minimalis tanpa harus ada kontak senjata massal.
Setting waktu perang dunia ke 2 terus dimanfaatkan untuk genre film perang namun di sajikan secara antiwar movie. Tahun 1993 Schendler List Berjaya menjadi film terbaik Oscar dan hampir memenangkan penghargaan prestisi lainya termasuk Best Director.Schendler List bercerita tentang Oscar Schendler yang berhasil menyelamatkan ribuan nyawa orang yahudi dengan menjadikan mereka pegawai di pabriknya. Film ini disajikan dengan hitam putih yang menjadikan faktor ikonik menjadi salah satu film antiwar terbaik sampai saat ini.Selain Schendler List, pada tahun 1997, Roberto Benigni Life is Beautiful hadir dengan sentuhan drama dan komedi mengambil setting waktu Perang Dunia ke 2 yang terglong dalam antiwar movie. Life is Beautiful sukses secara kualitas dan materi pada tahun 1997 dengan mendapatkan penghargaan di cannes film festival(Grand Jury) dan Oscar (Best Foreign).
Perang Dunia Ke 2
Antiwar Action/Drama
Schendler List Pearl Harbour
Life is Beautiful Letters of Iwo Jima
The Pianist Das Boot
Thin Red Line Windtalkers
Inglourius Basterds Saving Private Ryan
Empire Of The Sun Band of Brothers
Boy in The stryped Pajamas The Pacific
The Reader Flags of our fathers
Defiance The English Patient
Atonement Enemy At The Gates
Good Captain Corellis Mandolin
Satu lagi setting waktu yang digunakan untuk kebanyakan film perang ialah setting pasca peristiwa 11 Septmber insiden World Trade Center.Mengambil setting yang sebagian besar berlokasi di Irak dimana negara ini merupakan negara yang menjadi target invasi Amerika,sedikit berbeda dengan pola yang terjadi ketika mengambil setting waktu perang dunia 2 dimana kebanyakan film settingan waktu pasca peristiwa 11 September sebagian besar menggambarkan masa depresi prajurit yang berada disana. Dimana perang kontak senjata sangat minim terjadi, sehingga prajurit kebanyakan merasa mereka bukanya sebagai pahlawan namun lebih tepat sebagai penjajah bahkan pembunuh. Film yang paling ikonik untuk menggambarkan masa-masa depresi ini harus saya jatuhkan kepada karya sutradara favorit saya Sam Mendes ,JARHEAD. Sementara untuk film-film yang mengambil setting waktu ini untuk menjadi film action perang biasa harus menerima takdir menjadi film yang tidak menarik, jauh dari euphoria media bahkan kadang harus di cap sebagai film kelas B.Bukan berarti setting waktu ini kurang memberikan variasi dalam film-filmnya, hal yang mungkin bisa dilakukan pemilahan ialah kapan masa-masa depresi ini menarik untuk difilmkan, dari pemikiran ini lahir sebuah subgenre baru yaitu post-war. Sub genre ini sebenarnya tidak begitu baru, jauh sebelum masa 2 dekade terakhir, sebelumnya sempat lahir sebuah subgenre Post-Vietnam war movie.
Untuk sub genre post-iraq war movie, ada 2 film yang menurut saya layak untuk dijadikan ikon yaitu The Messenger(2009) dan The Lucky Ones(2009).The Messenger melejitkan kembali Woody Harelson sebagai actor lawas yang patut dipertimbangkan kembali, sementara film ini cukup berjaya di beberapa festival dan mendapatkan nominasi di golden globe dan Oscar 2010.The messenger bercerita tentang penyampai berita kematian untuk keluarga para prajurit yang gugur di medan perang. Film ini menjadi sangat menarik karena dihadapkan dengan berbagai kondisi dan perasaan para keluarga yang ditinggalkan sementara sang penyampai berita harus siap dengan apapun konsekuensinya, premis cerita yang sangat depresi untuk dialami namun bagi kita sebagai penonton merupakan tontonan yang sangat emosional sekaligus menyentuh.The Lucky Ones bercerita tentang 3 orang prajurit yang kembali dari medan perang tidak sengaja bertemu dan melakukan perjalanan bersama menuju ke rumah masing-masing, ketika mereka sampai ke rumah masing mereka menyadari sebenarnya rumah mereka sudah bukan berisi “keluarga” masing-masing.
11-Sep
Depresi di Irak Depresi Di Amerika
Jarhead Stop-Loss
The Hurt Locker In the Valley of Ellah
The Men Who Stare At Goats Home Of the Brave
Battle For Haditha The Messenger
The Kingdom Brothers
Body Of Lies Taking Chance
Sampai disini jika anda salah satu pencinta film dalam 2 dekade terakhir seharusnya muncul pertanyaan “lalu dimana Black Hawk Down,Blood Diamond, Tears of the sun,Welcome to Sarajevo”hmm…sebenarnya tulisan ini hanya sedikit membantu supaya anda menyadari genre film war itu sangat luas, dan mudah-mudahan tulisan sedikit merangsang anda untuk memulai memilah-milah film yang terkategori genre war itu sendiri. Terakhir..tujuan utama saya membuat tulisan ini karena saya berkesempatan browsing-browsing IMPAWARDS, dan saya menemukan ini




Huff….penasaran dengan sangat yang mampu membuat saya menapak tilas film-film perang 2 dekade terakhir, dan berpikir akan jadi seperti apalagi film yang satu ini.

Ps: saya bukan Wikipedia, jadi kalau ada film-film yang tidak tercantum di atas maaf yaa..kalo mau tahu liat aja di Wikipedia, ketik war film, hahahaha

Tidak ada komentar: